Saturday, July 21, 2018

Surat-surat Ti Jepang Jilid 1 oleh Ajip Rosidi (1)

Image may contain: outdoor and nature
Buku ini menampilkan jilid pertama dari 4 jilid buku-buku surat2 Ajip Rosidi selama bermukim di Jepang selama 22 tahun. Jilid pertama berisi surat-surat yang ditulis selama Ajip tinggal di Kyoto dalam kurun 6 bulan, Juli sd Desember 1980 atas undangan The Japan Foundation, kebetulan berbarengan dengan bulan Ramadhan saat musim panas di Jepang. Selain membahas urusan pekerjaan di tanah air, berkabar dengan keluarga, surat2 Ajip juga membahas keruwetan dunia politik yang juga mempengaruhi dunia sastra dan budaya.

Alasan betahnya Ajip Rosidi di Jepang hampir mirip dengan saya ; serasa hidup di tanah pasundan, dengan gunung, sungai dan sawah hijaunya. Bedanya air, listrik, gas, internet dan transportasi yang lancar. Ajip Rosidi bahkan menulis jika sambil mendengarkan degung atau ciajuran, bisa lupa kalau sedang di luar negeri!Sayang hingga selesai membaca buku ini, Ajip Rosidi tidak menyebut Enka, sebuah aliran musik Jepang, yang menurut saya mirip betul dengan Cianjuran (kuping awam tapi).
Salah satu yang menarik dari buku ini, seperti biasa jika sedang di negara lain, kita cenderung membanding2kannya dengan tanah air. Mengapa Jepang bisa maju tanpa kehilangan jati dirinya? salah satu alasan yang disebut Ajip di buku ini, Indonesia saat merdeka terburu2 menetapkan huruf latin untuk menuliskan bahasa Indonesia. Sehingga serentak tingkat buta huruf dinyatakan 90 persen! Padahal jika tetap menggunakan tulisan Arab, ilmu2 yang dikembangkan di kota akan cepat disampaikan ke desa2 karena sebagian besar penduduk desa dapat membaca dan menulis huruf arab. Bukankah penduduk desa adalah mayoritas saat itu?
Ajip mekontraskannya dengan "keukeuhnya" Jepang menggunakan huruf China (kanji), padahal Amerika setelah PDII menekan Jepang untuk meninggalkan huruf kanji dan hanya menggunakan huruf hiragana dan katakana saja. Menurut Ajip, mempertahankan huruf kanji atau arab, yang merupakan bagian dari bahasa Asia nan kaya (di salah satu suratnya Ajip menulis bahasa Inggris dan bahasa Perancis adalah bahasa miskin!) akan lebih mengikat suatu bangsa dengan jati dirinya. Terbukti dengan Jepang yang meskipun menyerap pengaruh barat di semua lini kehidupannya sejak era Meiji, tetap tidak kehilangan identitas bangsanya.
Membaca surat2 Ajip di buku ini, bisa lupa kalau surat2 itu ditulis tahun 1980. Temanya masih relevan, sampai ke urusan2 heboh sosmed jaman now, macam screening ustadz/khatib/mubaligh, sensor isi ceramah, sampai ke urusan Arab dan China segala!

No comments:

Post a Comment