Thursday, October 27, 2016

Antara Angelina Jolie dan Marie Kondo

Saya sudah biasa membaca beberapa buku bersamaan, dengan alasan kepraktisan. Biasanya buku-buku saya letakkan bertebaran di dalam rumah, supaya mudah diraih di mana saja kebetulan tangan saya kosong, termasuk di toilet. Tapi baru kali ini saya menemukan betapa membaca buku Angelina Jolie: Notes from My Travels dan Mari Kondo: The life-changing Magic of Tidying Up secara bersamaan saling menguatkan pesan di buku yang satu dengan pesan lain di buku lainnya. Kedua buku ini saya pinjam dari Foreign Books Corner di perpus pemda pusat, buku pertama iseng saya pilih karena perceraian penulisnya masih anget, dan buku keduakarena metode bebenah ala Jepang Konmari Method sedang kekinian, bukan hanya di Jepang tapi sampai di ekspor ke US!


Buku pertama, ternyata jauh melampaui ekspektasi saya. Buku yang ditulis dengan jujur, tanpa polesan, informatif dan menyentuh. Jolie sendiri terkesan tidak memiliki ambisi memotivasi pembaca, melalui keahlian menulis maupun isi tulisannya. I don't know how this (journal) will be as a book, how readers will find it. I am not a writer. Jolie cukup meyakinkan bahwa dengan mengetahui informasi tentang kondisi pengungsi, maka kita akan tersadarkan, be aware, tapi dengan datang dan melihat sendiri kondisi mereka pasti kita akan bertindak, will act.

I am not writing for the person who may read these pages but for the people I will be writing about. p.3


Dari awal sampai akhir, tak terhitung paparan Jolie tentang kondisi para pengungsi yang membuat dada sesak dan mata perih. Sekali dua bahkan Jolie tak tahan lagi menyembunyikan tangisnya di depan para pengungsi. Tapi bagi Jolie, kunjungan ke wilayah konflik ternyata meleset dari dugaannya sendiri. Alih-alih menangisi atau mengasihani mereka, Jolie justru mengagumi semangat hidup mereka, kegigihan dan harapan mereka.


I thought when I came here I would be saddened and sickened by all that has happened to these people and how they are living.


Instead, I see their survival, their still smiling faces, kids holding hands, people (what seems to be everybody) working. I am in awe of these people. 

Their will.
Their hope. p.37

Bendungan arimata saya pecah saat Jolie megisahkan kunjungan ke sekolah anak-anak pengungsi Afganistan di Pakistan. Ketika Jolie memasuki kelas demi kelas dan melihat kegiatan belajar dan mengajar. Mendengar kisah setiap anak, mimpi dan cita-cita masa depan mereka, yang berharap akan bisa diraih melalui pendidikan.

"Who wants to recite ABC?"
They all raise their hands and try to be first.
Our little boy is chosen. He stands with his hands very politely behind his back. In a very sweet high little voice he begins,
 "ABCD...."
I am crying. I can't do this. One more room to visit. p.184

Betapa anak-anak memiliki mimpi dan berusah meraihnya, tapi kita bahkan tidak mampu memberikan mereka perlindungan dan rasa aman!


Beralih ke buku kedua, justru membahas masalah yang menjangkiti penduduk negara yang makmur, yang kaya secara materi. Keseharian yang dibebani segala macam barang yang menumpuk, hingga mengaburkan fokus manusia akan mimpi dan tujuan hidupnya.


Konmari Method (diambil dari singkatan nama penulis, Kondo Marie) bukan tentang rule atau tips bebenah. Melainkan tentang filosofi hidup, dengan hanya memiliki dan menggunakan barang-barang yang benar-benar kita butuhkan. Jadi jangan harap anda menemukan foto atau ilustrasi cara menyimpan dan mengatur barang di rumah dalam buku ini. Secara singkat, Konmari Method adalah menyingkirkan benda-benda yang tidak kita butuhkan, lalu mengatur penyimpanan dan perawatan barang-barang yang kita miliki.

Konmari Method dimulai dengan mengumpulkan barang perkategori, mengambilnya satu demi satu, menyentuh, merasakan dan benar-benar mengamati setiap barang, lalu memutuskan mana yang akan kita gunakan, dan mana yang akan kita buang/sumbangkan. Kriterianya cuma satu: thing that sparks joy. Apakah barang tersebut menyentuh hati kita atau tidak.

Urutan seleksi per kategori ditentukan berdasarkan keeratan ikatan emosional, dimulai dari pakaian, buku, surat-surat/dokumen, pernak-pernik, dan terakhir, foto. Menurut Kondo, keengganan kita menyingkirkan benda-benda yang terus menurus menumpuk dan menimbun rumah (sekaligus pikiran dan hati kita) karena alasan fungsional (masih bisa digunakan), informasional (memiliki nilai informasi atau ilmu pengetahuan), dan sentimental (ikatan batin dengan seseorang atau kejadian di masa lampau). Kedengaran logis, tapi sebenarnya berasal dari rasa takut dan kekhawatiran.

But when we really delve into the reasons for why we can't let something go, there are only two: an attachment to the past or a fear for the future. p.181

Setelah berhasil menyeleksi barang yang kita butuhkan, yang kita tidak bisa hidup tanpanya, barulah kita mulai memikirkan cara menyimpan barang-barang tersebut, sehingga rumah kita kelihatan rapi. Dan menurut Kondo, cara terampuh adalah menyimpan secara vertikal (hindari menyimpan barang dengan menumpuknya!), per orang, per kategori. Meletakkan barang dalam satu kategori di beberapa tempat berbeda membuat kita lupa akan keberadaannya, dan akhirnya tak terpakai, menjadi mubazir.

Seperti salah satu komentar yang saya baca tentang Konmari Method, ide Kondo bukan hal yang baru, melainkan common sense yang semua orang sudah tau. Untuk apa kita menyimpan barang yang tidak kita gunakan, yang tetap harus kita rawat dan mengambil begitu banyak tempat di rumah kita! Yang baru dari Kondo, adalah legitimasi untuk akhirnya bisa menyingkirkan barang-barang tersebut, dengan diiringi rasa terima kasih karena mereka telah memenuhi fungsinnya, menyelesaikan tugasnya dalam hidup kita, dan membiarkan mereka melanjutkan petualangan memberikan manfaat kepada orang lain, di tempat lain. Satu ganjalan yang saya rasakan adalah, kriteria Konmari Method tidak bisa diterapkan di dapur! sulit rasanya menyingkirkan potato peeler dan hanya menggunakan sebilah pisau saja. Meniru komentar seorang foodie saat The Kitchn membahas Konmari Method di Dapur,

Potato peeler doesn't spark joy to me, but it is a necessity!

Kondo menceritakan pengamatannya atas klien-klien yang ia tangani, setelah melakukan Konmari Method, rata-rata mereka mengalami perubahan drastis dalam hidup mereka, menjadi lebih fokus, menjadi lebih baik. Ini karena perhatian mereka tidak lagi tersita oleh urusan penyimpanan dan perawatan barang-barang, tapi fokus kepada diri mereka sendiri, impian dan harapan mereka, saat ini. Bukan hanya karena kini mereka hanya memiliki sedikit barang, tapi mereka telah melewatkan banyak waktu merenung ketika menyingkirkan barang-barang, kenangan masa lalu, atau ketakutan akan masa depan. 


Buku pertama menyadarkan kita bahwa sebenarnya sedikit sekali yang kita butuhkan untuk bertahan hidup, memelihara harapan dan mewujudkan impian. Sedangkan buku kedua menuntun kita melepaskan diri dari lilitan beban materi, dan fokus pada tujuan hidup kita dan apa yang ingin kita lakukan. Seandainya selisih sumber daya yang sudah kita timbun dan mubazir di rumah-rumah kita dapat dialihkan ke tempat-tempat yang membutuhkan, betapa idealnya dunia ini.

6 comments:

  1. Sukaa deh mbak dg caramu menyajikan kembali isi buku...
    Saya juga suka membaca, tapi kadang ga paham apa yg sebetulnya mau disampaikan wkwkwkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih mbak des.Tapi saya kadang suka terbawa perasaan. pernah diprotes waktu nulis nanny diary, katanya dia baca gak segitunya he3. lain yang baca lain kesannya.

      Delete
  2. Aku jd pgn cari buku angelina jolie nya mbak.. walo bukan fans nya dia, tapi aku salut dgn sisi kuat kemanusiaan Jolie :).

    Kalo ttg konmari mah, ini cara yg memang slalu aku lakuin dr dulu :D. Buang barang2 yg ga kepake lagi walopun msh bgs mungkin. Kyk baju aja, aku punya prinsip, kalo aku beli 3 baju baru, ya aku hrs buang 3 baju lama, biar lemari ga penuh :D. Pd dasarnya aku g suka ada bnyk brg di rumah mba.. takut jd tmpat persrmbunyian tikus dan kecoa soalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama aku juga bukan fans jolie, dan jujur menyimpan sakit hati dia merebut Brad Pitt dari Aniston, hikss.

      Kereeeen! keingetan sebenernya ada ganjelan Konmari satu lagi, kalau harus membuang atau mendonasikan harus ada yang rela menerima kan. Nah, aku sendiri termasuk sering menerima lungsuran, tapi jujur rasanya masih takut memberikan lungsuran ke orang lain. Sampai saat ini masih buang gitu, meskipun harus bayar kalau disini :)

      Delete
  3. Saya juga baru beli buku Marie Kondo tapi belum dibaca. Lihat sinopsisnya di tobuk OL merasa perlu sama buku itu :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayooo segera dibaca. Menurut metode Konmari, buku yang ada tapi niat mau dibaca entar-entar termasuk buku yang harus disingkirkan hihihi

      Delete