Friday, September 15, 2017

The Curse of Cash oleh Kenneth S. Rogoff

Judul : The Curse of Cash
Penulis : Kenneth S. Rogoff
Halaman : 303 halaman
Penerbit : Princeton University Press
Tahun : 2016
ISBN : 978-0-691-17836-3


The Curse of Cash ditulis oleh Kenneth S. Rogoff, Profesor kebijakan publik dan ekonomi di Universitas Harvard. Rogoff sempat putus sekolah di usia 16 tahun untuk menjadi granmaster catur, dan kemudian memutuskan kembali kuliah saat usia 18 tahun. Rogoff sebagai ekonom tercatat pernah memicu kontroversi terkait data penelitiannya bersama Carmen Earheart (April, 2013), tentang kaitan antara hutang dan pertumbuhan menggunakan sampel 20 negara maju yang menyimpulkan bahwa setelah hutang melampaui 90% dari GDP, maka pertumbuhan akan melambat -0.1%. Rogoff disinyalir dengan sengaja mengeliminasi data, selain karena faktor teknis pengolahan data. Kritik yang disampaikan ekonom Thomas Herndon yang menggunakan data yang sama menemukan tingkat pertumbuhan 2.2%. kontroversi yang membuktikan bahwa "popularitas" seorang ekonom tidak mengalahkan pentingnya integritas Ekonomi sebagai sebuah disiplin ilmu (Rodrik, Economics Rule, 2015).

Uang, dapat membawa berkah maupun petaka. Uang tunai, khususnya di negara-negara maju, termasuk Jepang, terutama yang dicetak dalam nominal besar (selembar 10 ribu Yen Jepang setara dengan sekitar 1 juta rupiah), memudahkan transaksi penggelapan pajak, korupsi, bisnis bawah tanah, dan transaksi ilegal/kriminal. Uang tunai, juga menyulitkan bagi Bank Sentral yang setelah jatuh kedalam krisis, kehilangan senjata andalan untuk mengendalikan uang yang beredar di masyarakat. Suku Bunga yang telah jatuh ke titik 0% persen menyulitkan Bank Sentral untuk menurunkan suku bunga menjadi negatif, (di Jepang suku bunga minus 0.1%, tapi masih dapat ditanggung perbankan tanpa diteruskan ke nasabah ritel), supaya uang dapat berputar dan meggerakkan roda ekonomi yang lesu sejak tahun 2008. Saat ini Bank Sentral menahan diri menerapkan suku bunga negatif, dan memilih "Quantitative Easing" yang justru menambah uang beredar sekaligus menaikkan tingkat hutang pemerintah, atau "forward guidance" atau pernyataan komitmen untuk mencapai inflasi 2% di masa datang, yang ternyata tidak efektif.


Buku ini menyarankan penghapusan uang kertas dengan nilai nominal besar, dan hanya menyisakan uang kecil/koin untuk transasksi tunai. Tujuannya, untuk mempersulit penggelapan pajak/korupsi/transaksi ilegal sekaligus untuk mengalihkan uang tunai menjadi uang elektronik yang berada di Bank, sehingga memudahkan bagi Bank Sentral untuk melakukan kebijakan menaikan/menurunkan suku bunga yang sudah berada di ranah 0% menjadi negatif dan mencapai nasabah ritel. Satu solusi untuk menyelesaikan sekaligus dua permasalahan diatas. Penghapusan uang tunai dengan nilai nominal besar pernah secara mendadak diberlakukan PM Narendra Modi di India pada tanggal 8 November 2016, dan apakah hasilnya positif atau negatif masih menjadi perdebatan.

Suku bunga negatif, berbeda dengan inflasi, hanya akan dikenakan pada simpanan uang diatas nilai tertentu, dan hanya akan diberlakukan sementara sampai target Bank Sentral tercapai. Harapannya, uang yang selama ini mengendap di Bank, akan menghindari suku bunga negatif, lalu akan ditempatkan pada investasi di sektor riil dan mendorong ekonomi keluar dari krisis, bahkan memicu pertumbuhan ekonomi.

Saya setuju dengan salah satu review dari Goodreads, bahwa buku ini terkesan "nerdy". Penulis mengajukan banyak argumentasi yang mendukung pentingnya penghapusan uang kas, dibandingkan dengan alternatif lain. Penekanan yang berulang kali, bahwa uang kecil/koin untuk transaksi tunai akan tetap ada, dan adanya perlakukan khusus untuk transaksi tertentu supaya tetap anonymous/tanpa nama demi menjaga privasi. Semua argumentasi penulis, menurut saya, didasari oleh kepercayaan mutlak penulis pada Bank Sentral. Berulang kali Penulis berusaha meyakinkan pembaca bahwa independensi Bank Sentral sangat penting, dan menjamin bahwa penghapusan uang tunai dan suku bunga negatif akan berhasil. Bahwa uang elektronik Bank Sentral akan tetap menjadi "primadona" bahkan jika uang digital (Bitcoin, dll) sudah populer sekalipun.

Tapi berkat "nerdy" dan "wordy" nya buku ini, saya jadi sedikit banyak paham tentang operasional Bank Sentral dan hubungannya dengan pemerintah, dalam penerbitan uang/pembentukan hutang pemerintah, dan Quantitative Easing. Lalu bagaimana jika kebijakan penghapusan uang tunai dan suku bunga negatif diberlakukan di Jepang? (penulis menyatakan Jepang adalah negera yang sudah kritis dan lebih baik menerapkan kebijakan ini secepatnya). Uang, akan kehilangan kegunaanya sebagai media pemerataan konsumsi/consumption smoothing. Mereka yang berhemat menyisihkan uang karena ingin membelanjakan uangnya secara merata hingga masa pensiun, akan kehilangan sebagian dari tabungannya. Tabungan, yang tadinya adalah "uang tunai" tidak akan berbeda dengan "hutang", yang akan diharuskan membayar bunga. Lalu, apakah kita yakin Bank Sentral kemudian dapat mengendalikan suku bunga negatif? Bank Sentral yang sama yang telah terbukti tidak dapat mengendalikan uang yang diciptakannya hingga krisis selalu terjadi berulang-ulang?

No comments:

Post a Comment