Hidup 100 Tahun di Era Internet of Things (2-selesai)
Jika Zero melihat dunia di masa depan secara global, maka buku kedua, 100-year Life melihat masa depan secara personal. 100-year life seakan menempatkan setiap individu yang hidup di era IoT di bawah mikroskop. Berkat pencapaian ekonomi dan kemajuan teknologi, tren harapan hidup manusia semakin panjang, dan ini tidak hanya terjadi di negara kaya/maju saja. Bahkan 100-year Life menunjukkan data bahwa anak-anak yang lahir setelah tahun 2007 di negara maju memiliki 50% probabilitas untuk tetap hidup di tahun 2107, dengan kata lain mereka memiliki usia harapan 100 tahun atau lebih.
Baca juga tentang Zero di Bagian 1
Usia harapan hidup yang mencapai 100 tahun ini membawa perubahan besar, tidak saja bagi keputusan pribadi (pendidikan, menikah dan memiliki ketururunan, lalu pensiun atau terus bekerja), tapi juga pada pilihan kebijakan pemerintah dalam penyediaan pendidikan, dana pensiun dan asuransi kesehatan. Jika selama ini secara garis besar masa hidup seseorang dibagi menjadi 3 fase; pendidikan, bekerja, lalu pensiun, maka dengan usia harapan hidup 100 tahun diperkirakan fase-fase ini akan mengalami perubahan. Setiap fase akan menjadi lebih panjang, siapkah manusia untuk terus bekerja hingga usia 80 atau 90 tahun? cukupkah kontribusi dana pensiun untuk menjamin masa pensiun yang lebih panjang? cukupkah kecakapan yang diperoleh selama masa pendidikan untuk bertahan di dunia kerja yang semakin kompetitif, selain karena masa kerja yang panjang dan juga semakin mutakhirnya teknologi yang menggeser manusia dari sektor produksi?
Buku ini memberikan simulasi 3 generasi; Jack (lahir tahun 1945, usia harapan hidup 70 tahun), Jimmy (lahir tahun 1971, usia harapan hidup 85 tahun), dan Jane (lahir tahun 1998, usia harapan hidup 100 tahun), yang merupakan representasi generasi yang hidup saat ini. Karena ketiganya memiliki usia harapan hidup yang berbeda, masing-masing dihadapkan pada alternatif pilihan yang berbeda pula jika ingin hidup di masa pensiun dengan tingkat kesejahteraan yang memadai. Jimmy yang diasumsikan hanya hidup 8 tahun di masa pensiun mewakili generasi yang mapan dengan 3 fase kehidupan konvensional. Tapi bagi Jimmy dan Jane, yang harus hidup 20 tahun dan 35 tahun di masa pensiun, harus mengubah 3 fase kehidupan konvensional untuk menikmati masa pensiun yang layak.
Faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraan Jimmy dan Jane dengan harapan hidup panjang adalah bagaimana memperoleh dan mengelola aset mereka dalam rentang kehidupan mereka. Aset tersebut adalah Produktifitas (akademis, reputasi, kolega), Vitalitas (Life-Work balance, keluarga atau keturunan, hubungan interpersonal), dan Tangible Asset/aset fisik (Rumah tinggal dan uang). Aset terpenting untuk menghadapai usia yang panjang adalah Aset Transformasional, berupa pemahaman tentang diri sendiri dan jejaring/network. Nah, untuk mengakumulasi aset transformasional inilah 3 fase kehidupan konvensional harus dirombak. Skenario Jack, Jimmy dan Jane berbeda dalam menjalani ketiga fase tersebut. Misalnya, untuk Jane, dengan memperpanjang atau mengganti fase pendidikan karena memasukkan masa berpetualang atau melatih kewirausahaan/enterpreneurship. Alternatif lain adalah dengan menyisipkan fase pendidikan ke dalam fase bekerja, dengan tujuan untuk memperbaharui pengetahuan atau skill yang dimiliki supaya tetap kompetitif.
Pergeseran atau penyesuaian 3 fase kehidupan konvensional inilah yang pada akhirnya berdampak pada pilihan individu, misalnya untuk menikah, memiliki anak, tetap bekerja setelah menikah, bahkan keputusan untuk bercerai. Simulasi hidup Jane sangat krusial, karena Jane adalah wakil generasi usia harapan hidup 100 tahun, dan juga perempuan. Bagaimana perempuan mengambil keputusan dalam untuk menikah, memiliki keturunan, dan untuk tetap bekerja di masa yang akan datang. Skenario penulis untuk Jane ternyata konservatif, Jane menikah di usia 30, melahirkan Lily di usia 37 tahun, dan Carlos di usia 39 tahun. Argumen penulis, meskipun usia harapan hidup semakin panjang, hingga saat ini perkembangan teknologi baru sampai pada pembekuan sel telur yang dapat menunda proses pembuahan (memungkinkan menunda pernikahan), tapi belum ada teknologi yang dapat menggantikan rahim manusia, sehingga Jane sebagai perempuan tetap harus berkompromi dengan "biological clock" yang berdering di usia 40 tahun.
Setiap keputusan generasi Jack, Jimmy, maupun Jane tentu dipengaruhi dan mempengaruhi gaya hidup di masa yang akan datang. Setiap fase kehidupan yang semakin panjang menciptakan lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja dengan perbedaan usia yang jauh, memungkinkan pertukaran keahlian/pengalaman maupun kegesitan khas anak muda, sehingga secara umum setiap individu akan semakin baik. Individu, perusahaan maupun pemerintah akan selalu ada dalam kondisi tarik menarik demi mengakomodasi perubahan gaya hidup yang menuntut keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Perkembangan IoT yang diramalkan dalam buku Zero, menciptakan ancaman sekaligus kesempatan, berperan penting dalam menciptakan alternatif gaya hidup baru di masa yang akan datang, bahkan mungkin diluar skenario yang diasumsikan 100-year Life. Bagaimanapun, untuk dapat bertahan, manusia harus mengasah keahlian yang hanya bisa dimiliki manusia, yaitu kehalusan rasa dan ketajaman batin dalam menilai/judgment untuk menjadikan 100 tahun hidup yang bermakna.
Baca juga tentang Zero di Bagian 1
Usia harapan hidup yang mencapai 100 tahun ini membawa perubahan besar, tidak saja bagi keputusan pribadi (pendidikan, menikah dan memiliki ketururunan, lalu pensiun atau terus bekerja), tapi juga pada pilihan kebijakan pemerintah dalam penyediaan pendidikan, dana pensiun dan asuransi kesehatan. Jika selama ini secara garis besar masa hidup seseorang dibagi menjadi 3 fase; pendidikan, bekerja, lalu pensiun, maka dengan usia harapan hidup 100 tahun diperkirakan fase-fase ini akan mengalami perubahan. Setiap fase akan menjadi lebih panjang, siapkah manusia untuk terus bekerja hingga usia 80 atau 90 tahun? cukupkah kontribusi dana pensiun untuk menjamin masa pensiun yang lebih panjang? cukupkah kecakapan yang diperoleh selama masa pendidikan untuk bertahan di dunia kerja yang semakin kompetitif, selain karena masa kerja yang panjang dan juga semakin mutakhirnya teknologi yang menggeser manusia dari sektor produksi?
Buku ini memberikan simulasi 3 generasi; Jack (lahir tahun 1945, usia harapan hidup 70 tahun), Jimmy (lahir tahun 1971, usia harapan hidup 85 tahun), dan Jane (lahir tahun 1998, usia harapan hidup 100 tahun), yang merupakan representasi generasi yang hidup saat ini. Karena ketiganya memiliki usia harapan hidup yang berbeda, masing-masing dihadapkan pada alternatif pilihan yang berbeda pula jika ingin hidup di masa pensiun dengan tingkat kesejahteraan yang memadai. Jimmy yang diasumsikan hanya hidup 8 tahun di masa pensiun mewakili generasi yang mapan dengan 3 fase kehidupan konvensional. Tapi bagi Jimmy dan Jane, yang harus hidup 20 tahun dan 35 tahun di masa pensiun, harus mengubah 3 fase kehidupan konvensional untuk menikmati masa pensiun yang layak.
Faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraan Jimmy dan Jane dengan harapan hidup panjang adalah bagaimana memperoleh dan mengelola aset mereka dalam rentang kehidupan mereka. Aset tersebut adalah Produktifitas (akademis, reputasi, kolega), Vitalitas (Life-Work balance, keluarga atau keturunan, hubungan interpersonal), dan Tangible Asset/aset fisik (Rumah tinggal dan uang). Aset terpenting untuk menghadapai usia yang panjang adalah Aset Transformasional, berupa pemahaman tentang diri sendiri dan jejaring/network. Nah, untuk mengakumulasi aset transformasional inilah 3 fase kehidupan konvensional harus dirombak. Skenario Jack, Jimmy dan Jane berbeda dalam menjalani ketiga fase tersebut. Misalnya, untuk Jane, dengan memperpanjang atau mengganti fase pendidikan karena memasukkan masa berpetualang atau melatih kewirausahaan/enterpreneurship. Alternatif lain adalah dengan menyisipkan fase pendidikan ke dalam fase bekerja, dengan tujuan untuk memperbaharui pengetahuan atau skill yang dimiliki supaya tetap kompetitif.
Pergeseran atau penyesuaian 3 fase kehidupan konvensional inilah yang pada akhirnya berdampak pada pilihan individu, misalnya untuk menikah, memiliki anak, tetap bekerja setelah menikah, bahkan keputusan untuk bercerai. Simulasi hidup Jane sangat krusial, karena Jane adalah wakil generasi usia harapan hidup 100 tahun, dan juga perempuan. Bagaimana perempuan mengambil keputusan dalam untuk menikah, memiliki keturunan, dan untuk tetap bekerja di masa yang akan datang. Skenario penulis untuk Jane ternyata konservatif, Jane menikah di usia 30, melahirkan Lily di usia 37 tahun, dan Carlos di usia 39 tahun. Argumen penulis, meskipun usia harapan hidup semakin panjang, hingga saat ini perkembangan teknologi baru sampai pada pembekuan sel telur yang dapat menunda proses pembuahan (memungkinkan menunda pernikahan), tapi belum ada teknologi yang dapat menggantikan rahim manusia, sehingga Jane sebagai perempuan tetap harus berkompromi dengan "biological clock" yang berdering di usia 40 tahun.
Setiap keputusan generasi Jack, Jimmy, maupun Jane tentu dipengaruhi dan mempengaruhi gaya hidup di masa yang akan datang. Setiap fase kehidupan yang semakin panjang menciptakan lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja dengan perbedaan usia yang jauh, memungkinkan pertukaran keahlian/pengalaman maupun kegesitan khas anak muda, sehingga secara umum setiap individu akan semakin baik. Individu, perusahaan maupun pemerintah akan selalu ada dalam kondisi tarik menarik demi mengakomodasi perubahan gaya hidup yang menuntut keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Perkembangan IoT yang diramalkan dalam buku Zero, menciptakan ancaman sekaligus kesempatan, berperan penting dalam menciptakan alternatif gaya hidup baru di masa yang akan datang, bahkan mungkin diluar skenario yang diasumsikan 100-year Life. Bagaimanapun, untuk dapat bertahan, manusia harus mengasah keahlian yang hanya bisa dimiliki manusia, yaitu kehalusan rasa dan ketajaman batin dalam menilai/judgment untuk menjadikan 100 tahun hidup yang bermakna.
Comments
Post a Comment