Inilah Bedanya Ibu Sukses Membesarkan Anak Laki-laki! 男の子を伸ばす母親は、ここが違う!Nobufumi Matsunaga (2 selesai)
Ternyata setelah selesai membaca sampai halaman terakhir, kesan pertama penulis begitu menyebalkan tidak berubah. Persis seperti seorang perempuan yang sudah tau itu cowok sok ganteng, sok laku, sok percaya diri, nyebelin, amit-amit dll dsb, tapi hati klepek-klepek! Selesai merutuki si cowok terus merutuki diri sendiri kok bisa-bisanya dirinya ter"jerat" juga! Nah perasaan saya tentang buku ini persis begitu! Hal yang paling menyebalkan adalah keukeuh-nya penulis bahwa sumber kekuatan laki-laki adalah rasa ingin tahu dan kejantanan. Menumbuhkan kedua sumber kekuatan ini, melalui kebebasan bermain dan eksplorasi, bereksperimen dengan kegagalan, mengalami bermacam kondisi yang terjadi di luar dugaan, adalah hal yang terpenting.
Penulis menekankan, para ibu yang juga seorang wanita, sudah kondratnya suka pada ketenangan,, keteraturan dan kesempurnaan akan cenderung "mengarahkan" bahkan "memaksa" anak laki-laki mereka untuk memenuhi harapan/gambaran idealnya dan mengorbankan pertumbuhan "rasa ingin tahu" mereka. Hal yang menurut penulis sangat berbahaya, karena justru akan "mematikan" potensi dasar seorang anak laki-laki. Bahkan penulis mengatakan, memaksa anak laki-laki menuruti aturan ibu adalah sama dengan memotong habis (maaf) kelamin anak laki-laki mereka!
Tentang "kejantanan", penulis mengulas di bagian prolog dan epilog dengan gamblang. Kejantanan yang dimaksud berhubungan erat dengan pengendalian diri. Bagi anak laki-laki, tubuh mereka adalah mesin berdaya kuat yang sulit dikendalikan. Penulis mencontohkan saat masih kecil, pengendalian diri ini terbentuk dari mulai belajar BAK sendiri. Menurut penulis, mungkin sulit dimengerti oleh seorang ibu yang juga seorang wanita, bahwa membutuhkan keahlian tersendiri bagi anak laki-laki untuk bisa BAK dengan tepat sasaran supaya tidak mengotori kakus, toilet, bahkan pakaian dan badannya sendiri. Juga saat mereka memasuki aqil balig, sangat sulit mengendalikan dorongan biologis, tidak "semudah" anak perempuan yang menghadapi menstruasi dengan sendirinya/refleks. Konon, berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru les privat yang datang ke rumah, rumah murid (laki-laki) yang toiletnya (maaf) bau pesing, biasanya sang murid juga tidak begitu "giat" belajar, boro-boro bisa dibilang cerdas!
Meskipun menyebalkan, banyak juga "hint" dan "tips" penting yang dapat diambil dari buku ini. Misalnya, kalau anak perempuan itu sangat sensitif, dan pintar membaca suasana, sehingga cepat memahami isi kepala sang ibu. Tapi tidak demikian dengan anak laki-laki, diceramahi, diomeli, dinasihati dll dsb tidak akan mempan! Mereka tidak akan menurut kecuali mereka sudah paham sendiri apa yang terjadi. Oleh karenanya, ketimbang mengomeli panjang pendek, cukup "diamkan" atau bersikap dingin saja, tapi jangan dicuekin yah! Tujuannya, supaya mereka penasaran, kok Ibu tidak seperti biasa ya, apa yang salah ya, mungkin aku ini atau itu, jadi aku harusnya begini begitu. Proses yang panjang memang, tapi sekali mereka mengerti, semua akan jalan dengan sendirinya.
Satu lagi, ketimbang mengomel panjang lebar, cukup fokus ke satu hal yang Ibu ingin anak laki-laki lakukan, dan gigihlah sampai mereka melakukannya. Kuncinya, jangan berharap mereka bisa melakukan A-Z sekaligus, tapi lakukan satu demi satu, sedikit demi sedikit, konsisten tanpa banyak mulut!
Tips lainnya, ajaklah mereka menikmati keindahan, baik itu alam, musik, benda seni, apapun itu. Menikmati maksudnya tanpa "embel2" pendidikan apresiasi seni, tapi jujur menikmati dengan panca indera dan kehalusan perasaan mereka. Kemampuan merasakan keindahan ini merupakan benteng dan sekaligus penawar hati saat mereka gundah dan putus asa, sehingga tidak mudah terjebak untuk menyerah dan akhirnya memilih keputusan tragis untuk mengakhiri kebuntuan hidup, dengan bunuh diri misalnya.
Juga kenalkan mereka dengan olahraga dan permainan. Lebih spesifik, permainan yang memerlukan strategi dan kerjasama tim. Mungkin banyak ibu yang berpikir, dengan memasukkan anak laki-laki mereka ke klub olahraga adalah sia-sia jika mereka tidak bisa "perform" dengan spektakuler , jika mereka tidak jadi atlit profesional. Waktu belajar jadi terpotong untuk bermain dll dsb. Saran penulis, Biarkan mereka menikmatinya, sehingga bisa menjadi hobi mereka, meskipun kelak mereka dewasa hanya menjadi seorang dengan pekerjaan biasa-biasa saja seperti orang kebanyakan.
Sebelum memilihkan tempat bimbel atau jenis les ini itu, kenalilah anak laki-laki kita. Ketahui kekuatan dan kelemahannya, keinginan dan hasratnya. Luangakan banyak waktu hingga kita benar-benar mengenali kepribadian mereka, baru kemudian kita dapat membatu mereka memilih jenis kursus atau tempat bimbel yang sesuai dan tidak menjadi beban bagi mereka.
Hal yang cukup "mengejutkan" dari penulis, yang saya belum pernah temukan dari buku-buku sejenis yang pernah saya baca, adalah:
Pentingnya orangtua untuk memiliki agama dan konsisten mengamalkannya!
Satu hal yang agak "unexpected" dari buku parenting berbahasa Jepang. Bahkan penulis menyarankan pembaca untuk melakukan observasi 4 agama; Kristen, Islam, Budha dan Counfuchu. Katanya, pelajarilah mendalam, pilihlah salah satu, lalu amalkan dengan konsisten. Menurut penulis, titik persamaan keempat agama itu adalah mengenai bagaimana memperlakukan sesama manusia. Sehingga anak-anak tidak akan mudah "terjerumus" faham agama baru yang berbahaya (contohnya Aom Shinrikyo, terkenal dengan kasus teror gas sarin kereta bawah tanah Tokyo yang kebanyakan pengikutnya adalah anak muda lulusan universitas top Jepang).
Di akhir buku, penulis kembali menekankan, rasa ingin tahu dan pengendalian diri yang tumbuh dengan baik akan menciptakan laki-laki yang menarik dan jantan, sehingga mereka tidak akan kesulitan mendapat jodoh (ih meni keukeuh penulis teh, seakan kalo ada bujang lapuk itu karena faktor salah asuh ibunya!) dan dapat melahirkan generasi penerus. Kecakapan "parenting" anak laki-laki yang tepat inilah yang menurut penulis merupakan sumbangsih penting untuk mengatasi masalah aging population yang sudah sangat kronis di Jepang.
Selesai.
Comments
Post a Comment