Selesai sudah tugas membesarkan anak! 子育てはもう卒業します oleh Miu Kakiya

子育てはもう卒業します[垣谷美雨]
Judul : 子育てはもう卒業します
Selesai sudah tugas membesarkan anak!
Penulis: Miu Kakiya
Jumlah Halaman : 368
Penerbit : Shoudensha
Tahun terbit : 2016
 (pertama kali terbit tahun 2013)
ISBN : 978-4-396-34224-1

Kisah persahabatan panjang tiga orang wanita yang dimulai sejak hari pertama mulai kuliah di kota metropolitan Tokyo (tahun 1978), hingga anak-anak mereka menginjak dewasa (tahun 2014). Ketiganya berasal dari daerah, atau kalau istilah Jepang-nya inakamono 田舎者. Junko Oota dari Hokkaido, Sawada Akemi dari Koochi, dan Yukari Chiyomatsu dari Fukuoka. Menjadi mahasiswi program S1 di tahun 1978, apalagi untuk mereka yang bukan berasal dari kota besar merupakan sesuatu yang langka. Perempuan yang melanjutkan ke pendidikan tinggi hanya 20% saja, terbagi menjadi mereka yang melanjutkan ke program S1 universitas, dan mereka yang melanjutkan ke sekolah kejuruan, seperti akademi perawat, apoteker, guru dan lain-lain.

Ketiganya memilih jurusan bahasa asing, yang ternyata "tidak laku" di pasar kerja. Kenyataan pahit yang harus mereka terima, karena selain jurusan yang kurang diminati, kenyataan bahwa mereka adalah perempuan, apalagi berasal dari daerah di luar Tokyo menjadikan mereka sulit menemukan pekerjaan. Dunia kerja di Jepang adalah dunia laki-laki. Meskipun ada karyawati, tugas mereka biasanya hanya bagian membuat teh dan fotokopi, karena dianggap "mubazir" memberikan tugas admisitrasi apalagi tugas penting lainnya, karena mereka dianggap tidak akan punya jenjang karir, toh mereka akan berhenti setelah menikah atau hamil atau melahirkan. Kenyataan lebih menyedihkan lagi bagi mereka yang datang merantau ke Tokyo untuk belajar; adanya anggapan miring bahwa mereka hidup terlalu bebas karena jauh dari pengawasan orangtua, sehingga posisi pekerja wanita hanya diperuntukan untuk mereka yang semasa mahasiswi tinggal bersama orangtua. 


Selain milik laki-laki, dunia kerja di Jepang saat itu masih memberlakukan "sistem pekerja seumur hidup" atau disebut shuusinkoyouseido 終身雇用制度. Pekerja (disebut salariman)  direkrut dari universitas-universitas berdasarkan ranking univeristas (universitas terbaik bisa mendapat pekerjaan di perusahan besar dan bergengsi atau jadi pegawai negeri di departemen yang dianggap bergengsi), lalu jenjang karir maupun penghasilannya meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Pekerja wanita biasanya berhenti saat menikah atau hamil dan menjadi ibu rumah tangga, yang didukung oleh kestabilan penghasilan suaminya karena terjamin jenjang karirnya dan tidak ada istilah PHK.

Dengan penuh perjuangan dan banyak berkompromi, akhirnya mereka bertiga mendapat pekerjaan, yang kemudian harus ditinggalkan karena menikah, lalu hamil dan melahirkan, kemudian membesarkan anak. Junko dan Akemi menikah dengan salariman, sementara Yukari menikah dengan warga negara Perancis, seorang guru les bahasa Perancis.  Pengalaman pahit dalam mendapatkan pekerjaan dan kemudian harus melepaskannya kembali, menjadikan mereka bertekad hal yang sama tidak boleh menimpa anak (apalagi anak perempuan) mereka. Anak laki-laki harus disiapkan menjadi salariman yang bekerja di perusahaan besar, dan anak perempuan disiapkan memilih jurusan yang memungkinkan mereka bisa bekerja seumur hidup (misalnya perawat, akuntan, atau apoteker).

Persahabatan ketiganya terus berlanjut sampai mereka menginjak usia 50-an dengan alur dan sudut pandang yang berganti-ganti. Alur yang maju mundur ini membingungkan dan kadang terasa kurang konsisten. Misalnya, kisah Junko yang dilematis memilihkan sekolah swasta untuk anaknya diceritakan bertele-tele, sementara kisah asmara dan keputusan Yukari untuk menikahi Raymond diceritakan sepintas saja, padahal Yukari sampai harus rela "dibuang" oleh keluarga karena nekat menikah dengan orang asing. Pergantian sudut pandang mungkin dimaksudkan untuk menggambarkan, bahwa manusia itu selalu sawang tinawang, selalu membandingkan hidupnya dengan orang lain, khususnya dalam hal-hal yang tidak dimilikinya. Junko dan Akemi yang suaminya selalu sibuk bekerja dan tidak bisa diajak berkomunikasi kadang iri dengan Yukari yang suaminya lebih sering di rumah dan ikut mengurus anak. Padahal Yukari iri dengan Junko dan Akemi yang memiliki suami dengan penghasilan tetap, bisa membeli rumah dan menyekolahkan anak, sementara dirinya harus "tega" mempekerjakan anak perempuannya sedari bayi sebagai bintang iklan dan kemudian menjadi seorang aktris, dan hanya sekolah hingga SMA saja!

Di akhir buku ini, ada tulisan komentar oleh pengamat sosial Kiryu Minashita berjudul 沈鬱で贅沢な、女たちの現実, terjemahan maksanya "Realitas wanita yang melankolis dalam kemewahan". Menurut komentator, terlepas dari perasaan sedih, tertekan dan tak berdaya yang menonjol dalam pikiran Junko, Akemi dan Yukari, sebenarnya mereka adalah wanita yang beruntung. Mereka mengecap pendidikan tinggi, menikah dan memiliki anak, memiliki waktu untuk membesarkan anak sendiri tanpa harus susah payah bekerja. Suatu hal yang kini langka, mengingat sistem pekerja seumur hidup sudah ditinggalkan dan dunia kerja menjadi sangat berat, bagi laki-laki maupun perempuan. Persaingan di dunia kerja menekan besaran upah, juga menaikkan risiko perputaran pekerja, siapa saja bisa di-PHK kapan saja. Hal ini mengakibatkan berkurangnya rasa "keamanan" sehingga generasi muda sekarang lambat menikah atau tidak menikah sama sekali. Setelah menikah pun sulit untuk "memilih" menjadi ibu rumah tangga, karena alasan kesulitan ekonomi. Komposisi keluarga dengan suami istri bekerja (disebut tomobataraki) sekarang sudah menjadi mayoritas di Jepang.

Saya setuju dengan komentator, bahwa menjadi ibu rumah tangga merupakan kemewahan. Bukan kemewahan secara materi, melainkan kemewahan bisa memiliki waktu luang. Tapi waktu luang bagi tokoh dalam buku ini adalah hasil "pertukaran" dengan waktu suami yang harus dikorbankan untuk bekerja. Jam kerja di Jepang yang panjang, ditambah "keharusan" untuk bersosialisasi dengan atasan dan mitra bisnis merampas waktu para ayah di rumah. Akibatnya, baik suami maupun istri kelelahan dan tertekan. Imej keluarga ideal, juga berpengaruh pada keputusan seseorang menikah. Mungkin generasi sekarang berprinsip, all or nothing at all. Kalau menikah malah ribet dan susah, ya mending gak usah!

Saya juga setuju dengan pilihan dialog yang dianggap penting untuk dibahas oleh komentator. Pertama, dialong Akemi dengan anak gadisnya yang keukeuh ingin melajutkan pendidikan ke S1 sastra Inggris, dan argumentasinya yang mematahkan semua persuasi sang ibu yang memintanya sekolah di akademi perawat. Kedua, dialog Raymond dan Yukari yang memaksa putrinya untuk tetap melanjutkan ke universitas meskipun tetap beraktivitas sebagai aktris. Pilihan untuk kuliah atau tidak, lalu kuliah di jurusan apa, nanti bekerja dimana selalu menjadi momok bagi para ibu saat memikirkan masa depan anak-anaknya. Kisah Junko, Akemi dan Yukari di buku ini menyadarkan saya, bahwa tiap masa selalu berbeda. Kondisi sosial dan ekonomi terus bergerak, apa yang menjadi pertimbangan saya saat ini mungkin sudah tidak akan berlaku saat anak saya besar nanti. Yang penting justru membesarkan anak-anak yang kelak dapat menilai dan memutuskan sendiri jalan hidupnya. Bukankah pilihan pekerjaan tidak semata ditentukan oleh besarnya upah dan lamanya jam kerja, tapi juga oleh banyak hal lain seperti keseuaian dengan kemampuan dan minat masing-masing. Saya juga percaya, kesenangan dan kemapanan tidak selalu harus ditebus oleh uang, selama kita masih bisa bersyukur atau paling tidak, berkompromi dan berdamai dengan konsekuensi pilihan hidup kita sendiri.

Comments

  1. Itu novek dalam bahasa jepang atau b.inggris mak?kisahnya ternyata ngga semenyenangkan yang di komik atau anime. Hehe, mungkin karena mengisahkan real life ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bahasa Jepang, Mak. Iya, maklum udah emak-emak jadi yang dibaca tema ala emak-emak :) btw saya malah pusing kalo baca komik, karena kurang gaul hehehe

      Delete
  2. Replies
    1. iya....seandainya ada proyek nerjemahin mau deh he3

      Delete
  3. aiih mbak, baca sinopsisnya aku lgs tertarik... pgn ih kalo ada versi indonesianya ... so far ya novel jepang terjemahan yg pernah aku baca baru 1, judulnya OUT, penulis natsuo kirino.. suka ih, ga biasa aja temanya, beberapa wanita terlibat dlm pembunuhan mutilasi gitu.. trs bagian2 tubuhnya disebar ke penjuru jepang.. akhir ceritanya jg ga terduga pula.. makanya jd pgn baca buku2 jepang yg lain.. tp susah cari terjemahannya di indo mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. aaah itu tipikal novel jepang yang laku diterjemahin deh he3. menurutku rata2 sadis, hiks. bisa2 melek semaleman huhuhu. btw udah liat-liat japan foundation?terjemahan ke inggris mungkin lebih banyak.

      Delete

Post a Comment

Tulisan Terpopuler

Antara Angelina Jolie dan Marie Kondo

Submission oleh Michel Houellebecq