Friday, August 26, 2016

Praktik Hospice Care: Layanan medis paripurna hingga akhir hayat 生と死を支える ホスピス・ケアの実践 oleh Tetsuo Kashiwagi

Judul : Praktik Hospice Care:
Layanan medis paripurna hingga akhir hayat
Penulis : Tetsuo Kashiwagi
Halaman : 228
Penerbit : Asahi Shinbunsha, 1998 cetakan ke-10
ISBN : 4-02-259441-1

Tetsuo Kashiwagi adalah psikiater lulusan Osaka University, lalu melanjutkan studi di Washington University, kemudian bertugas di Yodogawa Christian Hospital. Beliau bertugas di bagian terminal care, mendampingi pasien menghadapi akhir hayat mereka (umumnya pasien kanker stadium akhir). Saat melakukan studi banding di sebuah hospice care (fasilitas khusus bagi pasien yang divonis tidak dapat disembuhkan dan hanya menunggu kematian), beliau menyadari menjadi seorang psikiatri saja tidak cukup untuk memberikan pendampingan kepada pasien, sehingga kemudian melanjutkan pendidikan kedokteran spesialis penyakit dalam. Beliau juga seorang kristen taat yang aktif dalam kegiatan keagamaan.

Karena buku ini adalah bagian dari proyek Hubby's Reading Challenge, saya banyak berdiskusi dengan suami tentang isi buku menurut pemahaman masing-masing. Suami membaca buku ini saat masih duduk di bangku SMA, masa remaja yang penuh pergolakan, memikirkan tentang Tuhan, Agama dan Kematian.

Berikut catatan-catatan suami yang tertinggal di buku ini:

Hal. 27 tentang ajal/kematian

Kondisi seseorang saat menghadapi maut ditentukan oleh pengetahuannya tentang kematian dan kesiapannya menghadapi apa yang terjadi setelah kematian. Ada dan tidaknya dunia setelah kematian, sampai saat ini belum didukung oleh bukti ilmiah, sehingga semua kembali pada keyakinan seseorang tentang kematian dan dunia setelah kematian. Orang yang meyakini dunia setelah kematian, lebih mudah menerima kematian karena kematian bukanlah akhir dari segalanya.

Hal. 61-63 tentang iman

Saat seseorang tertimpa penyakit yang tidak mungkin disembuhkan, maut yang terus menerus mengintai, maka iman menjadi penawar sakit dan penghalau ketakutan. Iman memberikan kesadaran bahwa hidup bukan milik kita, bahwa kita tidak hidup karena keinginan kita, melainkan "dibiarkan hidup" oleh yang Maha Pemberi Kehidupan. Kondisi kepasrahan inilah yang membuat seseorang tenang menghadapi ajal.

Hal. 106 tentang Thanatology

Disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal terkait dengan kematian dan hubungannya dengan psikologi, filsafat, sastra, dan agama.

Jika saya boleh menambahkan, halaman 47 merupakan "gong" dalam buku ini, tentang hidup dan kematian bagi orang yang menghadapi ajal maupun orang yang mendampinginya:

われわれは生の延長上に死があると思っている。年をとるまで生き続け、「生」という線を引き、その線が終わる時が死であると考えている。しかし、実際には、死は瞬間的に起こることもある。生の延長上に死があるのではなく、われわれは死を背負うって生きているのである。

Terjemahan ngasalnya:

Kita menganggap kematian berada di ujung garis kehidupan, garis yang menghubungkan kelahiran dan kematian di dua ujungnya. Tapi sebenarnya, kematian bisa datang kapan saja. Kematian tidak menanti di ujung garis kehidupan, melainkan kita selalu memikulnya setiap saat, sepanjang hayat.

Buku ini menekankan pentingnya memahami arti kematian, mengimani dunia setelah kematian, plus pentingnya pendampingan medis baik klinis maupun psikologis hingga pasien menghadapi maut dengan tenang dan sesuai dengan keinginan dan harapannya. Pemahaman yang harus dimiliki oleh kedua belah pihak, pasien dan tenaga medisnya. Saat penyakit sudah tidak dapat disembuhkan, atau dokter tidak dapat memberikan cure, maka mereka setidaknya masih berkewajiban memberikan care, hingga akhir hayat pasien.

Meninggalnya pasien sering dianggap sebagai kegagalan medis, padahal sungguh setiap manusia pasti menemukan ajalnya, cepat atau lambat, dipercepat atau diperlambat. Alih-alih memanjangkan umur pasien (khususnya yang sudah tidak dapat disembuhkan secara medis) melalui alat bantu kehidupan yang menurut penulis juga berarti "memanjangkan penderitaan" pasien, sebaiknya tenaga medis (dan juga keluarganya) lebih fokus kepada pemberian perawatan (melalui pengurangan rasa sakit) dan pendampingan ruhaniah kepada pasien hingga tenang menghembuskan nafas terakhir. Layanan pendampingan seperti ini masih sulit untuk diperoleh di rumah sakit pada umumnya, oleh karena itu penulis menerangkan panjang lebar tentang layanan Hospice Care dimana penulis pernah bertugas; Inggris dan Amerika, lalu membandingkannya dengan praktik di Jepang.

Penulis juga melengkapinya dengan data-data penelitian terhadap pasien maupun petugas medis tentang terminal care. Menurut survey, sebagian besar pasien ingin meninggal dunia di rumah sendiri, dikelilingi oleh keluarga tapi kenyataannya semakin besar jumlah pasien yang meninggal di rumah sakit. Kesulitan untuk mewujudkan harapan pasien ini karena pada umumnya pasien masih perlu perawatan medis yang tidak bisa dilakukan di rumah oleh keluarga. Oleh karena itu penulis juga menekankan pentingnya 在宅ケア atau 訪問看護, perawatan medis di rumah dan kunjungan perawat/dokter ke rumah.

Penulis juga menyisipkan kisah-kisah pasiennya menghadapi maut, Bahwa cara pasien menghadapi maut itu sungguh mencerminkan cara hidup mereka selama ini. Penulis menekankan, setiap pasien berhak untuk memilih cara menghadapi maut, sebagaimana mereka bebas memilih cara hidup mereka selama ini. Membaca buku ini tidak hanya memberikan gambaran tentang terminal care di dunia medis, tapi juga menambah kesadaran dan keimanan tentang kematian. Satu buku tentang kematian yang disarankan untuk dibaca oleh penulis: 「死の中の笑み」senyum menyambut kematian oleh Dokter Susumu Tokunaga. Semoga bisa membacanya di lain waktu, karena masih harus meneruskan reading challenge yang lain.

No comments:

Post a Comment