Memahami isi hati anak usia SD, 小学生の心がわかる本

Judul : 小学生の心がわかる本
Memahami isi hati anak usia SD
Penulis : Masafumi Harada
Penerbit : 農山漁村文化協会
Tahun : 2005
Halaman : 252
ISBN : 9874540001680

Permasalahan anak SD yang dibahas dibagi menjadi 4 bagian, yang penyelesaiannya dibedakan sesuai dengan umur, kelas rendah dan kelas tinggi (yang sudah dikategorikan usia remaja). Perlu dicatat bahwa masalah-masalah anak sekolah ini akan semakin pelik saat mereka masuk usia SMP dan bahkan sudah masuk kategori kriminal sehingga memerlukan tindakan hukum.
Masalah-masalah tersebut adalah:
1. 不登校 futoukou atau putus sekolah
Masalah putus sekolah biasanya diawali dengan keengganan anak untuk berangkat ke sekolah. Bila dipaksakan, kadang mereka mengeluh sakit tapi setelah lewat jam sekolah mereka kembali ceria.
Keluhan ini jangan diabaikan, meski secara klinis tidak ditemukan penyakit apapun, percayalah bahwa apa yang mereka rasakan itu benar adanya, karena itu adalah upaya alamiah tubuh mereka untuk bertahan terhadap "serangan". Dengarkanlah keluhan mereka dan carilah permasalan sekaligus solusinya bersama-sama. Untuk anak usia kelas rendah, tidak usah menunggu masalah selesai baru kembali ke sekolah, karena khawatir ritme harian mereka menjadi kacau dan semakin sulit untuk kembali ke sekolah. Untuk anak usia kelas tinggi, biarkan mereka "berhenti" sementara sampai masalah selesai atau anak dengan sendirinya siap untuk kembali sekolah.
2. キレル子 kireruko atau anak yang emosional (bahkan cenderung kepada kekerasan)
Anak yang emosional, lekas marah bahkan bertindak kasar pada teman dan guru juga dibedakan penyelesaiannya berdasarkan usia. Pada usia kelas rendah, biasanya faktor pengasuhan menjadi penyebab utama. Misalnya anak yang sangat "dijaga" perasaannya oleh orangtua dan dikondisikan untuk tidak menemui kondisi "terdesak" atau "tidak enak". Pergaulan sesama anak, yang sama-sama masih belum berkembang dengan baik kepribadiannya tentu memberikan tekanan berat sehingga saat anak tidak menemukan cara penyelesaian, mereka cenderung marah bahkan memukul teman. Pada usia kelas tinggi, kecenderungan anak bersifat emosional, adalah karena sudah mulai menjadi kepribadian. Misalnya, anak-anak yang terbiasa belajar keras dan berusaha untuk selalu bersikap baik akan cenderung "kasar" pada teman yang dianggapnya "buruk". Mereka tidak akan merasa bersalah telah memukul atau mengasari teman mereka, karena merasa berada di pihak yang benar. Penulis menekankan, pola pikir anak yang terbentuk karena selalu berkutat pada latihan mengerjakan soal yang jawabannya mutlak (bukan soal argumentatif) menjadikan mereka "saklek" dan tidak dapat bersikap "legowo" atau "bersabar" atau "menerima" saat orang lain bersikap beda.
Kemampuan anak untuk berinteraksi dengan anak-anak sebaya ini biasanya berkembang saat mereka usia TK 3-6 tahun, dan biasanya lulus TK ada TK yang memberikan "catatan" jika mereka menemukan adanya potensi masalah pada anak. Jika hal ini terjadi, dengarkan penjelasan dari pihak sekolah, jangan terburu-buru menolak atau bersikap "denial" karena bagaimanapun bersikap hati-hati lebih baik karena dapat mencegah, sebelum gejala yang lebih parah terjadi.
3. いじめ ijime atau bullying
Bullying merupakan masalah yang paling ditakuti orangtua karena bisa menimpa siapa saja. Pada usia kelas rendah, harus teliti melihat kasus apakah bullying atau murni "ketidakcocokan" atau "perasaan tidak senang" antar teman. Salah satu ciri khusus bullying adalah berkembangnya "pertemanan" dua orang anak yang bersahabat baik, menjadi pertemanan dimana seorang anak menguasai anak yang lain. Apabila kemudian berkelompok, maka dalam kelompok itu ada anak yang menguasai, ada anak yang dikuasai (target bullying), anak yang menjadi "penggembira" ikut membully, dan anak yang "pura pura tidak tahu" karena takut jika bersikap mereka akan menjadi sasaran selanjutnya.
Menurut penulis, kunci penyelesaian adalah pada anak yang menjadi penggembira dan anak yang pura-pura tidak tahu. Pada kasus bullying yang parah, biasanya orangtua bully dan yang dibully justru menjadi pihak terakhir yang mengetahui kasus bullying ini. Sedapat mungkin anak-anak yang tidak dibully, juga orangtua mereka, ikut duduk dan membicarakan kasus yang ada dan mencari penyelesaiannya. Memindahkan anak yang membully dan dibully ke sekolah lain bukan penyelesaian. Seringkali anak-anak ini membutuhkan bantuan psikolog atau konseler untuk mengatasi masalah psikis yang mungkin mereka derita.
lebih detil silakan baca いじめ防止実践プログラム 尾木直樹, 1996
4. 学級崩壊 gakkyuuhoukai atau gagalnya kegiatan belajar mengajar (KBM)
Masalah gakkyuuhoukai baru saya ketahui karena membaca buku ini., dan saya menyadari mungkin dari ke-4 masalah yang dibahas, masalah ini yang paling pelik dan mengorbankan seluruh anak dan guru. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah, kelas yang ribut, setiap anak melakukan kegiatannya sendiri, atau menuntut lebih dari yang sanggup dikerjakan oleh guru/pihak sekolah, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi macet.
Pada usia kelas rendah, biasanya awalnya ada anak yang memerlukan perhatian khusus, lalu sekolah pun terpaksa memberikan perlakuan tersendiri. Akibatnya anak-anak lain pun ikut "meniru" sehingga akhirnya pihak sekolah kewalahan. Pada usia kelas tinggi, tipikal penyebab macetnya KBM adalah perbedaan kemajuan belajar anak di kelas. Sebagian besar anak- anak pada usia ini sudah mulai masuk JUKU atau bimbel yang bahasannya kadang melesat jauh lebih dulu daripada materi sekolah, khususnya pada mapel bahasa dan matemtika. Tidak jarang anak usia kelas 5 SD sudah menguasai bahan pelajaran matematika usia SMP sehinga kelas menjadi membosankan atau bahkan "menyiksa" mereka. Akibatnya seringkali mereka berulah, dan akhirnya guru/pihak sekolah tidak dapat menangani kelas tersebut.
============
Menurut penulis, pada usia SD, semua permasalahan di atas sifatnya adalah isyarat SOS dari anak yang harus ditanggapi dengan serius oleh orangtua. Secara fisik dan kepribadian anak-anak SD ini masih lemah dan belum tetap sehingga orangtua kadang cenderung meremehkan dan seringkali "memaksakan" kehendak. Saat usia SD, khususnya kelas rendah, sebagian permasalahan lebih banyak ada di lingkungan, baik sekolah maupun di rumah. Sedikit sekali contoh kasus yang menunjukkan permasalahan ada di psikologis anak. Oleh karena itu penting bagi orangtua dan sekolah untuk terbuka dan menyelesaikan permasalahan, bahkan kalau perlu bekerja sama dengan ahli misalanya psikolog dan konseler.
Sedangkan untuk mengatasi masalah pada anak usia kelas tinggi, sebaiknya mengambil acuan penyelesaian untuk kasus remaja. Jangan diabaikan hanya karena menganggap mereka belum usia remaja, karena bisa jadi masalah ini jika tidak diselesaikan akan semakin parah dan "meledak" saat mereka masuk SMP. Justru selagi mereka masih usia SD, masih dalam jangkauan orangtua, masalah harus diselesaikan sehingga tidak terus terbawa ke jenjang selanjutnya, bahkan sampai mereka kelak dewasa, sudah tak terengkuh lagi oleh tangan orangtua dan guru mereka.

Comments

Tulisan Terpopuler

Antara Angelina Jolie dan Marie Kondo

Selesai sudah tugas membesarkan anak! 子育てはもう卒業します oleh Miu Kakiya

Submission oleh Michel Houellebecq