Tataplah anak-anak kita こどもへのまなざし Masami Sasaki (1)
Buku yang ditulis psikolog anak Masami Sasaki, saya pinjam dari perpus pemda karena beberapa kali di-mention oleh Rieko Nakagawa di buku nasihat parenting kemarin.
Maksudnya buku yang ini : Semua Anak-anak Bermasalah
Membaca sedikit saja saya sudah capek, karena tulisan kecil, kalimatnya panjang-panjang. Belum lagi kesan seakan apapun yang terjadi pada anak-anak, semua menjadi tanggungjawab ibu. Mungkin efek psikologis karena yang menulis buku ini adalah seorang laki-laki (lho?!)
Maksudnya buku yang ini : Semua Anak-anak Bermasalah
Membaca sedikit saja saya sudah capek, karena tulisan kecil, kalimatnya panjang-panjang. Belum lagi kesan seakan apapun yang terjadi pada anak-anak, semua menjadi tanggungjawab ibu. Mungkin efek psikologis karena yang menulis buku ini adalah seorang laki-laki (lho?!)
Tapi berkat keukeuh melanjutkan membaca jadi terbuka juga matahati (cieeee) ini. Mengapa sebagian ibu perlu "me time" yang harus benar-benar menyendiri untuk merasa relaks, dan banyak juga yang merasa tak perlu "me time" karena dengan beraktivitas bersama anak-anak justru mereka merasa relaks.
Konon katanya tipe pertama kurang memiliki keahlian membangun hubungan antar manusia (termasuk dengan anak, kan biar kecil manusia juga), jadi bergaul atau berhubungan dengan manusia itu terasa merepotkan, bahkan melelahkan. Sementara tipe kedua, cakap membangun hubungan antar manusia sehingga saat berinteraksi dengan orang lain justru bisa mengurangi stress, mendapat solusi masalah, atau sekedar mendapat angin segar.
Sayangnya tipe pertama ini yang semakin bertambah, seiring dengan membaiknya status ekonomi karena masing-masing merasa mandiri, mapan, tidak memerlukan orang lain (makanya sosmed laku kali yah, hubungan sosial gak pake ribet soalnya). Padahal jika saja tipe pertama ini mau sedikit lebih cakap bergaul, mereka tidak hanya mandiri dan mapan, tapi juga lebih rileks.
Satu kata bahasa jepang yang susah saya terjemahkan, 余裕, kalo bahasa sundanya mah "laer aisan". Sikap yang penting dimiliki dalam pergaulan (termasuk dengan anak), tidak lekas kecewa atau negatif ketika respon orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Sikap yang saya gak punya, buktinya saya tetep lebih aktif di facebook daripada di dunia nyata!
Konon katanya tipe pertama kurang memiliki keahlian membangun hubungan antar manusia (termasuk dengan anak, kan biar kecil manusia juga), jadi bergaul atau berhubungan dengan manusia itu terasa merepotkan, bahkan melelahkan. Sementara tipe kedua, cakap membangun hubungan antar manusia sehingga saat berinteraksi dengan orang lain justru bisa mengurangi stress, mendapat solusi masalah, atau sekedar mendapat angin segar.
Sayangnya tipe pertama ini yang semakin bertambah, seiring dengan membaiknya status ekonomi karena masing-masing merasa mandiri, mapan, tidak memerlukan orang lain (makanya sosmed laku kali yah, hubungan sosial gak pake ribet soalnya). Padahal jika saja tipe pertama ini mau sedikit lebih cakap bergaul, mereka tidak hanya mandiri dan mapan, tapi juga lebih rileks.
Satu kata bahasa jepang yang susah saya terjemahkan, 余裕, kalo bahasa sundanya mah "laer aisan". Sikap yang penting dimiliki dalam pergaulan (termasuk dengan anak), tidak lekas kecewa atau negatif ketika respon orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Sikap yang saya gak punya, buktinya saya tetep lebih aktif di facebook daripada di dunia nyata!
Comments
Post a Comment