Lanjutan "Tataplah anak-anak kita" こどもへのまなざし Masami Sasaki (7)
Kalau orangtua ditanya, ingin seperti apakah anak-anak mereka kelak? rata-rata jawabannya, "anak yang pintar secara akademis, unggul dalam olahraga, lembut hati やさしい dan ber-empati (tepa selira?) 思いやり". Tapi ketika ditanya bagaimana caranya mendidik anak supaya berhati lembut dan memiliki empati? mereka tidak bisa menjawab seyakin ketika mereka menjelaskan langkah-langkah menggembleng anak supaya kuat di bidang akademis maupun olahraga.
Mengapa?
Karena menumbuhkan sifat hati yang lembut dan memiliki empati terhadap orang lain itu sulit. Bukan tumbuh melalui pembelajaran atau latihan, tapi melalui "peneladanan", "meniru" dan "mengalami". Manusia adalah mahluk yang pandai meniru. Bukankah ada cerita manusia yang dibesarkan oleh serigala lalu tindak tanduknya menjadi mirip serigala? (termasuk berlari menggunakan tangan dan kaki). Itulah kehebatan manusia, binatang apapun walau dibesarkan manusia tidak bisa mirip manusia!
Apa yang dimaksud dengan "empati"?
Yaitu ikut merasa senang ketika orang lain senang, dan turut merasa sedih karena orang lain sedih.
Ikut merasa sedih saat orang lain tertimpa kemalangan cukup mudah dan terjadi secara alamiah, tapi ikut merasa senang atas kebahagian orang lain relatif lebih sulit. Bahkan sekarang ini tidak jarang justru ada orang-orang yang merasa senang melihat orang lain termpa kemalangan. Lebih parah lagi, justru menimpakan kemalangan kepada orang lain demi mendapatkan kenikmatan sendiri!
Jika ingin anak berhati lembut dan memiliki empati maka orangtua harus berusaha menunjukan sikap empati dan mempertemukan anak-anak dengan orang-orang yang berempati pula.
Mengapa kita bisa berempati?
1. CINTA. Kita bisa merasakan kebahagian maupun kesedihan orang lain jika kita mencintai mereka. Bukankah bagi orangtua kebahagiaan dan kesedihan anak juga merupakan kebahagiaan dan kesedihan mereka juga? hal yang sama juga terjadi antara sesama kerabat dan sahabat.
2. BAHAGIA. Hanya orang yang merasa bahagia dengan dirinya sendiri lah yang dapat ber-empati terhadap orang lain.
Lalu bagaimana caranya supaya kita berbahagia?
Memiliki rumah sama besar, uang sama banyak, pasangan sama cantik/tampan tidak memberikan rasa bahagia yang sama. Ada yang memiliki sedikit tapi bahagia, tapi ada yang sudah memiliki segalanya tapi tidak bahagia. Mengapa? karena semua bergantung dari "keterampilan" seseorang untuk bersyukur 感謝 dari dalam hatinya. Mana yang lebih dulu, bersyukur karena bahagia atau bahagia karena bersyukur sama klasiknya dengan persoalan "telur dulu atau induk ayam dulu?".
Apa itu BAHAGIA? Seperti apa siy IBU yang BAHAGIA?
Sering kita mendengar, ibu yang bahagia menjadikan keluarga juga bahagia. Maksudnya apa?
Menurut penulis, bahagia adalah merasa bersyukur atas setiap peristiwa sehari-hari yang sangat sederhana dan selalu berulang sampai-sampai, jangankan untuk bersyukur, menyadarinya saja tidak! Keluarga yang sehat wal afiat, ada atap melindungi kepala kita, perut yang kenyang dan tidur yang cukup. Cobalah meresapi setiap hal kecil keseharian kita, jika kita cukup sensitif untuk merasakannya, mampu merendahkan hati untuk mensyukuri nikmat sekecil apapun, maka kita bisa menjadi ibu yang bahagia.
Ehm! dan adalah tugas para suami, orangtua/mertua, sesama ibu dan masyarakat untuk memastikan para ibu merasa bahagia dalam mendidik anak-anak, supaya kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang bahagia, lembut hati dan memiliki empati.
Mengapa?
Karena menumbuhkan sifat hati yang lembut dan memiliki empati terhadap orang lain itu sulit. Bukan tumbuh melalui pembelajaran atau latihan, tapi melalui "peneladanan", "meniru" dan "mengalami". Manusia adalah mahluk yang pandai meniru. Bukankah ada cerita manusia yang dibesarkan oleh serigala lalu tindak tanduknya menjadi mirip serigala? (termasuk berlari menggunakan tangan dan kaki). Itulah kehebatan manusia, binatang apapun walau dibesarkan manusia tidak bisa mirip manusia!
Apa yang dimaksud dengan "empati"?
Yaitu ikut merasa senang ketika orang lain senang, dan turut merasa sedih karena orang lain sedih.
Ikut merasa sedih saat orang lain tertimpa kemalangan cukup mudah dan terjadi secara alamiah, tapi ikut merasa senang atas kebahagian orang lain relatif lebih sulit. Bahkan sekarang ini tidak jarang justru ada orang-orang yang merasa senang melihat orang lain termpa kemalangan. Lebih parah lagi, justru menimpakan kemalangan kepada orang lain demi mendapatkan kenikmatan sendiri!
Jika ingin anak berhati lembut dan memiliki empati maka orangtua harus berusaha menunjukan sikap empati dan mempertemukan anak-anak dengan orang-orang yang berempati pula.
Mengapa kita bisa berempati?
1. CINTA. Kita bisa merasakan kebahagian maupun kesedihan orang lain jika kita mencintai mereka. Bukankah bagi orangtua kebahagiaan dan kesedihan anak juga merupakan kebahagiaan dan kesedihan mereka juga? hal yang sama juga terjadi antara sesama kerabat dan sahabat.
2. BAHAGIA. Hanya orang yang merasa bahagia dengan dirinya sendiri lah yang dapat ber-empati terhadap orang lain.
Lalu bagaimana caranya supaya kita berbahagia?
Memiliki rumah sama besar, uang sama banyak, pasangan sama cantik/tampan tidak memberikan rasa bahagia yang sama. Ada yang memiliki sedikit tapi bahagia, tapi ada yang sudah memiliki segalanya tapi tidak bahagia. Mengapa? karena semua bergantung dari "keterampilan" seseorang untuk bersyukur 感謝 dari dalam hatinya. Mana yang lebih dulu, bersyukur karena bahagia atau bahagia karena bersyukur sama klasiknya dengan persoalan "telur dulu atau induk ayam dulu?".
Apa itu BAHAGIA? Seperti apa siy IBU yang BAHAGIA?
Sering kita mendengar, ibu yang bahagia menjadikan keluarga juga bahagia. Maksudnya apa?
Menurut penulis, bahagia adalah merasa bersyukur atas setiap peristiwa sehari-hari yang sangat sederhana dan selalu berulang sampai-sampai, jangankan untuk bersyukur, menyadarinya saja tidak! Keluarga yang sehat wal afiat, ada atap melindungi kepala kita, perut yang kenyang dan tidur yang cukup. Cobalah meresapi setiap hal kecil keseharian kita, jika kita cukup sensitif untuk merasakannya, mampu merendahkan hati untuk mensyukuri nikmat sekecil apapun, maka kita bisa menjadi ibu yang bahagia.
Ehm! dan adalah tugas para suami, orangtua/mertua, sesama ibu dan masyarakat untuk memastikan para ibu merasa bahagia dalam mendidik anak-anak, supaya kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang bahagia, lembut hati dan memiliki empati.
Comments
Post a Comment